Mutu pendidikan
Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap
berdasarkan outputnya Kurikulum yang memiliki peran sentral dalam dunia
pendidikan telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi
logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan
iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
1. Tahun 1947 – Leer Plan (Rencana Pelajaran)
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer
plan yang artinya rencana pelajaran. Kurikulum ini lebih bersifat politis
dimana terdapat perubahan orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.
Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari
Kurikulum 1950 karena Leer Plan 1947 baru mulai digunakan pada tahun 1950.
Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus
garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 memberikan keutamaan
pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran
dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan
pendidikan jasmani.
2. Tahun 1952 - Rencana Pelajaran Terurai
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran dengan merinci silabus
setiap mata pelajaran.
3. Tahun 1964 - Rentjana Pendidikan
Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini
diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan
agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004),
yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan
jasmani.
4. Tahun 1968 - Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum
1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Kurikulum ini merupakan kurikulum terintegrasi pertama. Beberapa mata
pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosial
mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial. Beberapa mata pelajaran,
seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun
Alam (IPS) atau yang sekarang sering disebut Sains
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rentjana Pendidikan
1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan
manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi
materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
5. Tahun 1975 - Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan
efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen,
yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito,
Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”,
yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci
lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada Kurikulum 1975 guru
dibuat sibuk dengan berbagai catatan kegiatan belajar mengajar.
6. Tahun 1984 - Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering
disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student
Active Leaming (SAL).
7. Tahun 1994 dan 1999 - Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya
yaitu mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 yang berorientasi tujuan dan
pendekatan proses yang dimiliki Kurikulum 1984.
Beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga
lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum sehingga Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super
padat.
Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum
1999. Tapi perubahannya lebih pada merevisi dan pengurangan beban sejumlah
materi.
8. Tahun 2004 – Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi yang harus dicapai siswa. Kurikulum ini cenderung Sentralisme
Pendidikan, Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya
melaksanakan. Kurikulum yang tidak disahkan oleh keputusan/Peraturan Mentri
Pendidikan ini mengalami banyak perubahan dibandingkan Kurikulum sebelumnya
baik dari orientasi, teori-teori pembelajaran pendukungnya bahkan jumlah jam
pelajaran dan durasi tiap jam pelajarannya.
Berdasarkan hal tersebut pemerintah baru menguji cobakan KBK di sejumlah
sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa saja.
Hasilnya kurang memuaskan. Maka sebagian pakar pendidikan menganggap bahwa pada
tahun 2004 tidak terjadi perubahan kurikulum, yang ada adalah Uji Coba
Kurikulum di sebagian sekolah yang disebut dengan KBK untuk kemudian
disempurnakan pada tahu 2006.
9. Tahun 2006 – Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan
Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol pada Kurikulum ini adalah lebih
konstruktif sehingga guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada.
Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL),
standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk
setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan
supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.